A.
Pasal yang diganti
UU No.7 Tahun
1992
|
UU No.10
Tahun 1998
|
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2.
Bank Umum
adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3.
Bank
Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk
deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu;.
4.
Bank Campuran
adalah Bank Umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih Bank Umum yang
berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara Indonesia dan/atau
badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia,
dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
5.
Kantor Cabang
adalah setiap kantor bank yang secara langsung bertanggung jawab kepada
kantor pusat bank yang bersangkutan, dengan tempat usaha yang permanen dimana
kantor cabang tersebut melakukan kegiatannya.
6.
Simpanan
adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu.
7.
Giro adalah
simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek sarana perintah pembayaran
lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan.
8.
Deposito
berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan.
9.
Srtifikat
Deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan.
10. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan
cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu.
11. Surat Berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham,
obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau
kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.
12. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga,
imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
13. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan kontrak antara
Bank Umum dengan penitip yang didalamnya ditentukan bahwa Bank Umum yang
bersangkutan melakukan penyimpanan harta tanpa mempunyai hak kepemilikan atas
harta tersebut.
14. Wali Amanat adalah Bank Umum, yang berdasarkan suatu perjanjian
antara Bank Umum tersebut dengan emiten surat berharga, ditunjuk untuk
mewakili kepentingan semua pemegang surat berharga tersebut.
15. Pihak Terafiliasi adalah :
a.
anggota dewan
komisaris atau pengawas,direksi, pejabat, atau karyawan bank.
b.
anggota
pengurus, badan pemeriksa, direksi, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi
bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
c.
pihak yang
memberikan jasanya kepada bank yang bersangkutan, termasuk konsultan,
konsultan hukum, akuntan publik, penilai.
d.
pihak yang
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia turut serta
mempengaruhi pengelolaan bank.
16. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia
perbankan wajib dirahasiakan.
17. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku.
18. Dewan Moneter adalah dewan moneter sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang yang berlaku.
19. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
20. Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia.
|
Pasal 1
1.
Perbankan
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
2.
Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
3.
Bank Umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
4.
Bank Perkreditan
Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
5.
Simpanan
adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
6.
Giro adalah
simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan
cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan.
7.
Deposito
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank.
8.
Sertifikat
Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti
penyimpanannya dapat dipindahtangankan.
9.
Tabungan
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut Syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,
dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
10. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham,
obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain,
atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan
dalam pasar modal dan pasar uang.
11. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
12. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tabungan setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.
13. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah,
antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakahl, prinsip jual
beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank
oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
14. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau
kontrak antara Bank Umum dan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang
bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut.
15. Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank
Umum untuk mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan
perjanjian antara Bank Umum dengan emiten aural berharga yang bersangkutan.
16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.
17. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
18. Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
19. Kantor Cabang adalah kantor bank yang secara langsung bertanggung
jawab kepada kantor pusat bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha
yang jelas di mana kantor cabang tersebut. melakukan usahanya.
20. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku.
21. Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang yang berlaku.
22. Pihak Terafiliasi adalah:
a.
anggota Dewan
Komisaris, pengawas, Direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank.
b.
anggota
pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank,
khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
c.
Pihak yang
memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan
hukum dan konsultan lainnya.
d.
pihak yang
menurut perdamaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank,
antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga
pengawas, keluarga Direksi. keluarga Pengurus.
23. Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur
kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah.
24. Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang
menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan melalui
skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya.
25. Merger adalah penggabungan dua bank atau lebih, dengan cara tetap
mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan
oleh tanpa melikuidasi.
26. Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan
cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut. dengan atau
tanpa melikuidasi.
27. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank.
28. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang dengan keterangan
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
|
Pasal 6 huruf m
Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
|
Pasal 6 huruf m diubah,
Sehingga berbunyi sebagai berikut:
Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
|
Pasal 7 huruf c
Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi
akibat
kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya, dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
Pasal 7 huruf c diubah,
Sehingga berbunyi sebagai berikut:
Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi
akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah, dengan syarat harus menarik kembali Penyertaannya, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
|
Pasal 8
Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang
diperjanjikan.
|
Pasal 8 diubah, menjadi :
(1)
Dalam
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum
wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan
pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
(2)
Bank Umum
wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
Pasal 12
Pemerintah dapat menugaskan Bank Umum untuk melaksanakan program pemerintah
guna mengembangkan sektor-sektor perekonomian tertentu, atau memberikan
perhatian yang lebih besar pada koperasi dan pengusaha golongan ekonomi lemah
/ pengusaha kecil dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak,
berdasarkan ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 12 diubah, menjadi :
(1) Untuk
menunjang pelaksanaan program peningkatan taraf hidup rakyat banyak melalui
pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah, Pemerintah bersama Bank
Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan Bank Umum.
(2)
Ketentuan
mengenai kerja sama dengan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 13c
Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
|
Pasal 13c diubah, menjadi :
Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
Pasal 16
(1)
Setiap pihak
yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau
bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu, wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum
atau Bank Perkreditan Rakyat dari Menteri, kecuali apabila kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang
tersendiri.
(2)
Izin usaha
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat diberikan oleh Menteri setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia.
(3)
Untuk
mendapatkan izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) wajib dipenuhi persyaratan tentang :
a.
susunan
organisasi; permodalan.
b.
Kepemilikan.
c.
keahlian di
bidang perbankan.
d.
kelayakan
rencana kerja.
e.
dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri,
setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(4)
Untuk
mendapatkan izin usaha Bank Perkreditan Rakyat, di samping memenuhi
syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), wajib dipenuhi pula
persyaratan tentang tempat kedudukan kantor pusat Bank Perkreditan Rakyat di kecamatan.
(5)
Tanpa
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dengan memenuhi
ketentuan yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, Bank
Perkreditan Rakyat dapat didirikan di ibukota kabupaten atau kotamadya,
sepanjang di ibukota kabupaten atau kotamadya dimaksud belum terdapat Bank Perkreditan
Rakyat.
(6)
Persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan tata cara perizinannya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 16 diubah,
menjadi :
(1)
Setiap pihak
yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.
(2)
Untuk
memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya
tentang:
a.
susunan
organisasi dan kepengurusan.
b.
Permodalan.
c.
Kepemilikan.
d.
keahlian di
bidang Perbankan.
e.
Kelayakan
rencana kerja.
(3)
Persyaratan
dan tatacara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
|
Pasal 18
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan
izin Menteri, setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang dan perwakilan Bank Umum di luar negeri
hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri, setelah mendengar pertimbangan
Bank Indonesia.
(3) Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Umum wajib
dilaporkan kepada Bank Indonesia.
(4) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor-kantor Bank Umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh
Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
|
Pasal 18 diubah, menjadi :
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan
izin Pimpinan Bank Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis
kantor lainnya di luar negeri dari Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan
izin Pimpinan Bank Indonesia.
(3) Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Umum wajib
dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.
(4) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Umum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
|
Pasal 19
(1)
Pembukaan
kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat di ibukota negara, ibukota propinsi,
ibukota kabupaten dan kotamadya, hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri,
setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(2)
Pembukaan
kantor cabang di luar ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten dan
kotamadya, serta pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Perkreditan
Rakyat wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
(3)
Persyaratan
dan tata cara pembukaan kantor-kantor Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri setelah
mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
|
Pasal 19 diubah, menjadi :
(1)
Pembukaan
kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat dilakukan dengan izin
Pimpinan Bank Indonesia.
(2)
Persyaratan
dan tata cara pembukaan kantor Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
Pasal 20 ayat (1)
(1)
Pembukaan
kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor perwakilan dari suatu bank
yang berkedudukan di luar negeri hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri,
setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
|
Pasal 20 ayat (1) diubah, menjadi
:
(1)
Pembukaan kantor
cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari suatu bank yang
berkedudukan di luar negeri, hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank
Indonesia.
|
Pasal 21 ayat (1)
(1)
Bentuk hukum
suatu Bank Umum dapat berupa salah satu dari:
a.
Perusahaan
Perseroan (PERSERO).
b.
Perusahaan
Daerah.
c.
Koperasi
d.
Perseroan
Terbatas.
|
Pasal 21 ayat (1) diubah, menjadi
:
(1)
Bentuk hukum
suatu Bank Umum dapat berupa:
a.
Perseroan
Terbatas.
b.
Koperasi,
atau
c.
Perusahaan
Daerah.
|
Pasal 22
(1)
Bank Umum
hanya dapat didirikan oleh :
a.
Warga negara
Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau
b.
Bank yang
pendirinya sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan bank yang berkedudukan
di luar negeri.
|
Pasal 22 diubah, menjadi :
(1)
Bank Umum
hanya dapat didirikan oleh:
a.
Warga negara
Indonesia dan atau badan hukum Indonesia; atau
b.
Warga negara
Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau
badan hukum asing secara kemitraan.
(2)
Ketentuan
mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat 11 / ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
Pasal 26
(1)
Bank Umum
dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek di Indonesia.
(2)
Warga negara
Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan/atau badan hukum
asing dapat membeli saham Bank Umum yang dijual berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
(3)
Warga negara
asing dan/atau badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum melalui bursa
efek, dengan ketentuan tidak menjadi mayoritas.
(4)
Khusus bagi
Bank Umum milik negara, emisi saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan tanpa mengakibatkan perubahan atas mayoritas kepemilikan
saham oleh negara.
(5)
Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 26 diubah, menjadi :
(1)
Bank Umum
dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
(2)
Warga negara
Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau badan hukum
asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan atau melalui
bursa efek.
(3)
Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
|
Pasal 27
Perubahan kepemilikan bank wajib :
a.
memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6), Pasal 17, Pasal 22,
Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26.
b.
dilaporkan
kepada Bank Indonesia.
|
Pasal 27 diubah, menjadi :
Perubahan kepemilikan bank wajib:
a.
memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 22, Pasal 23,
Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 dan
b.
dilaporkan
kepada Bank Indonesia.
|
Pasal 28 ayat (1)
(1)
Merger dan
konsolidasi antar bank, serta akuisisi bank wajib terlebih dahulu mendapat
izin Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
|
Pasal 28 ayat (1) diubah, menjadi
:
(1)
Merger,
konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank
Indonesia.
|
Pasal 29
(1)
Pembinaan dan
pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2)
Bank
Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan
aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas,
likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.
(3)
Bank wajib
memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(4)
Dalam
memberikan kredit dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh
cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan
dananya kepada bank.
(5)
Untuk
kepentingan nasabah, bank menyediakan informasi mengenai kemungkinan
timbulnya risiko kerugian bagi transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
|
Pasal 29 diubah, menjadi :
(1)
Pembinaan dan
pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2)
Bank wajib
memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal,
kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas,
dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(3)
Dalam
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan
kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan
bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
(4)
Untuk
kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan
timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan
melalui bank.
(5)
Ketentuan
yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
Pasal 31
(1) Bank
Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap
waktu apabila diperlukan.
(2) Dalam hal
diperlukan untuk menetapkan kebijaksanaan makro dewan moneter dapat meminta
Bank Indonesia untuk:
a.
menyampaikan
laporan mengenai hasil pemeriksaan bank yang diperlukan.
b.
melakukan
pemeriksaan khusus terhadap bank, dan melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
|
Pasal 31 diubah, menjadi :
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank,baik secara
berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.
|
Pasal 33
(1)
Laporan
pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 bersifat rahasia.
(2)
Persyaratan
dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
Pasal 33 diubah, menjadi :
(1)
Laporan
pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31A bersifat
rahasia.
(2)
Persyaratan
dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31A
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
Pasal 37
(1)
Apabila
menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank diperkirakan mengalami
kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya, Bank Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada
Menteri.
(2)
Dalam hal
suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka
Bank Indonesia dapat :
a.melakukan
tindakan agar :
1.
pemegang
saham menambah modal;
2.
pemegang
saham mengganti dewan komisaris dan/atau direksi bank;
3.
bank
menghapus-bukukan kredit yang macet, dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
4.
bank
melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
5.
bank dijual
kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
b.mengambil tindakan lain sesuai denganperaturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3)Apabila menurut
penilaian Bank Indonesia:
a. keadaan suatu bank membahayakan sistem perbankan; atau
b. tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum cukup untuk
mengatasi kesulitan yang dihadapi bank; Bank Indonesia mengusulkan kepada
Menteri untuk mencabut izin usaha bank tersebut.
(4)Berdasarkan usul Bank Indonesiasebagaimana dimaksud dalam ayat
(3), Menteri mencabut izin usaha bank yang bersangkutan dan memerintahkan
direksi untuk melikuidasi bank tersebut.
(5)Dalam hal direksi tidak melikuidasi bank sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4), Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia meminta
kepada Pengadilan untuk melikuidasi bank yang bersangkutan.
|
Pasal 37 diubah, menjadi :
(1)
Dalam hal
suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank
Indonesia dapat melakukan tindakan agar:
a.
pemegang
saham menambah modal;
b.
pemegang
saham mengganti. Dewan Komisaris dan atau Direksi bank;
c.
bank
menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang
macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
d.
bank
melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
e.
bank dijual
kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
f.
bank
menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak
lain;
g.
bank menjual
sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak
lain.
(2)
Apabila:
a.
tindakan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum cukup untuk mengatasi kesulitan
yang dihadapi bank; dan atau
b.
menurut
penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem
Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan
memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang
Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi.
(3)
Dalam hal
Direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan
untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank,
penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan
peraturan perundang undangan yang berlaku.
|
Pasal 40
(1)
Bank dilarang
memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan
hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut
kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan
Pasal 44.
(2)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi.
|
Pasal 40 diubah, menjadi :
(1)
Bank wajib
merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 , Pasal 41A. Pasal 42, Pasal
43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
(2)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi.
|
Pasal 41 ayat (1)
(1)
Untuk
kepentingan perpajakan Menteri berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada
Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta
surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada pejabat pajak.
|
Pasal 41 ayat (1) diubah, menjadi
:
(1)
Untuk
kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
|
Pasal 42
(1)
Untuk
kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri dapat memberi izin kepada
polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang
keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank.
(2)
Izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis alas permintaan
tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua
Mahkamah Agung.
(3)
Permintaan
sebagaimana dimaksud dalam, ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan
polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka/terdakwa, sebab-sebab keterangan
diperlukan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan
keterangan-keterangan yang diperlukan.
|
Pasal 42 diubah, menjadi :
(1)
Untuk
kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan
izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank
mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
(2)
Izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah
Agung.
(3)
Permintaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan
polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya
keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan
yang diperlukan.
|
Pasal 46 ayat (1)
(1)
Barang siapa
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu tanpa izin usaha dari Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dan Pasal 17, diancam dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh
milyar rupiah).
|
Pasal 46 ayat (1) diubah, menjadi
:
(1)
Barang siapa
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari
Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).
|
Pasal 47
(1)
Barang siapa
tanpa membawa perintah tertulis dari Menteri kepada bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 atau tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42,
dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,- (tiga
milyar rupiah).
(2)
Anggota dewan
komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan
sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40,
diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
|
Pasal 47 diubah, menjadi :
(1)
Barang siapa
tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja
memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2
(dua tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2)
Anggota Dewan
Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan
sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling
lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
|
Pasal 48
(1)
Anggota dewan
komisaris, direksi atau pegawai bank
yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat
(1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
clan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,¬(dua milyar rupiah).
(2)
Anggota dewan
komisaris, direksi atau pegawai bank yang lalai memberikan keterangan yang
wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) clan ayat (2)
clan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miiyar rupiah).
|
Pasal 48 diubah, menjadi :
(1)
Anggota Dewan
Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2)
Anggota Dewan
Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang lalai memberikan keterangan yang
wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan
Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
|
Pasal 49
(1)
Anggota dewan
komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja :
a.
membuat atau
menyebabkanm adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank;
b.
menghilangkan
atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam
pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen awu laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c.
mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu
pencatatan dalarn pembukuan: atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau
dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilang¬kan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah).
(2)
Anggota dewan
komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja :
a.
meminta atau
menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi,
uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan
pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau
berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank
garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau
pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas
dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan
persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi
batas kreditnya pada bank;
b.
tidak
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.
6.000.000.000,- (enam milyar rupiah).
|
Pasal 49 diubah, menjadi :
(1)
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a.
membuat atau
menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank;
b.
menghilangkan
atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam
pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c.
mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau
dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak
catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya
5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2)Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan
sengaja:
a.
meminta atau
menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi,
uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya
atau untuk keuntungan keluarannya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha
mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau
fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan
oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau
bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi
orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi Batas kreditnya
pada bank;
b.
tidak
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukanuntuk memastikan ketaatan bank
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta
denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
palingbanyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
|
Pasal 50
Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap
ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya
yang berlaku bagi bank diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling banyak Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah).
|
Pasal 50 diubah, menjadi :
Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap
ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya
yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang–kurangnya
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.
000.00 (seratus miliar rupiah).
|
Pasal 51 ayat (1)
(1)
Tindak pidana
sebagaimana dimaksuddalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49,
dan Pasal 50 adalah kejahatan.
|
Pasal 51 ayat (1) diubah, menjadi
:
(1)
Tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47A. Pasal 48 ayat (1).
Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50A adalah kejahatan.
|
Pasal 52
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49, Bank Indonesia dapat menetapkan
sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang ini atau menyampaikan pertimbangan kepada
Menteri untuk mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.
|
Pasal 52 diubah, menjadi :
(1)
Dengan tidak
mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 47A,
Pasal 48, Pasal 49. dan Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi
administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat
mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.
(2)
Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah:
a.
denda uang;
b.
teguran tertulis,
c.
penurunan
tingkat kesehatan bank;
d.
larangan
untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e.
pembekuan
kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank
secara keseluruhan;
f.
pemberhentian
pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara
sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat
pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia.
g.
pencantuman anggota
pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang
Perbankan. (3) Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
Pasal 55
(1)
Bank yang
telah memiliki izin usaha dari Menteri pada saat Undang-undang ini mulai
berlaku, dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan Undang-undang
ini.
(2)
Bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
Undang-undang ini selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak
mulai berlakunya Undang-undang ini.
(3)
Bank
Perkreditan Rakyat yang telah mempunyai izin usaha pada saat Undang-undang
ini mulai berlaku, dan berkedudukan di ibukota negara, ibukota propinsi,
ibukota kabupaten, dan kotamadya, tetap dapat melanjutkan usahanya sebagai
Bank Perkreditan Rakyat hingga dapat ditingkatkan menjadi Bank Umum.
|
Pasal 55 diubah, menjadi :
Bank yang telah memiliki izin usaha pada saat Undang-undang ini
mulai berlaku, dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan
Undang-undang ini.
|
Pasal 11 ayat 1 dan 3
(1)
Bank
Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang
serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok
peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok
yang sama dengan bank yang bersangkutan.
(3)Bank Indonesia menetapkan ketentuanmengenai batas maksimum pemberian
kredit, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain
yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada :
a. pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau
lebih dari modal disetor bank;
b. anggota dewan komisaris;
c. anggota direksi;
d.keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b
dan huruf c;
e. dan pejabat bank lainnya;
f.serta perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat
kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, dan huruf e.
|
Pasal 11 ayat 1 dan 3 diubah, menjadi :
(1)
Bank
Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi
surat berharga atau hal lain yang serupa. yang dapat dilakukan oleh bank kepada
peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan
dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
(3A) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian
jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa yang
dapat dilakukan oleh bank kepada:
a.
Pemegang
saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor
bank;
b.
Anggota Dewan
Komisaris;
c.
Anggota
Direksi;
d.
Keluarga dari
pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
e.
Pejabat bank
lainnya; dan
f.
Perusahaan-perusahaan
yang di dalamnya terdapat kepentingan daripihak-pihak sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
|
B.
Pasal yang ditambah
Menambah ketentuan baru di antara Pasal 31 dan Pasal 32 yang
dijadikan Pasal 31A, yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31A
Bank Indonesia dapat menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas
nama Bank Indonesia
melaksanakan pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31.
|
Menambah 2 (dua ketentuan baru di antara Pasal 37 dan Pasal 38
yang diajukan Pasal 37A dan
Pasal 37B, yang masing-masing berbunyi sebagai berikut:
Pasal 37A
(1)
Apabila
menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan Perbankan yang
membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia,
Pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan
Perbankan.
(2)
Badan khusus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan program penyehatan terhadap
bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh Bank Indonesia kepada badan
dimaksud.
(3)
Dalam
melaksanakan program penyehatan terhadap bank-bank, badan khusus sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (1) serta memenang lain yaitu:
a.
mengambil
alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan
wewenang Rapat Umum Pemegang Saham;
b.
Mengambil
alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan Komisaris bank;
c.
menguasai,
mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik atau menjadi
hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di dalam
maupun di luar negeri;
d.
meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan
atau mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut
pertimbangan badan khusus merugikan bank;
e.
menjual atau
mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan pemegang saham tertentu di
dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui
penawaran umum; menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan
pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah
Debitur;
f.
mengalihkan
pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain;
g.
melakukan
penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui
pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank;
h.
melakukan
penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan Surat Paksa;
i.
melakukan
pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak bank
yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara
penegak hukum yang berwenang;
j.
melakukan
penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan
dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang
terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan
bank dalam program penyehatan tersebut;
k.
menghitung
dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program penyehatan dan
membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan
bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi,
Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan
kepada yang bersangkutan;
l.
menetapkan
jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang saham bank dalam
program penyehatan;
m.
melakukan
tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m.
(4)
Tindakan
penyehatan Perbankan oleh badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
adalah sah berdasarkan Undang-undang ini.
(5)
Atas
permintaan badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bank dalam
program penyehatan wajib memberikan segala keterangan dan penjelasan mengenai
usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas
yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka
memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud.
(6)
Pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf k wajib memberikan keterangan dan
penjelasan yang diminta oleh badan khusus.
(7)
Badan khusus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan kegiatan
kepada Menteri Keuangan.
(8)
Apabila
menurut penilaian Pemerintah, badan khusus telah menyelesaikan tugasnya,
Pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus tersebut.
(9)
Ketentuan
yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal ini diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 37B
(1)
Setiap bank
wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.
(2)
Untuk
menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan.
(3)
Lembaga
Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum
Indonesia.
(4)
Ketentuan
mengenai penjaminan dana masyarakat dan Lembaga Penjamin Simpanan, diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Menambah ketentuan baru di antara Pasal 12 dan Pasal 13 yang
dijadikan Pasal 12A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12A
(1)
Bank Umum
dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelanganmaupun di
luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan
atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam
hal Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan
agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
(2)
Ketentuan
mengenai tatacara pembelian agunan dan pencairannya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Menambah ketentuan baru di antara Pasal 41 dan Pasal 42 yang
dijadikan Pasal 41A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41A
(1)
Untuk
penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan
izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan
Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah
Debitur.
(2)
Izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia
Urusan Piutang Negara.
(3)
Permintaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan
pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara,
nama Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.
|
Menambah ketentuan baru di antara Pasal 42 dan Pasal 43 yang
dijadikan Pasal 42A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42A
Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41, Pasal 41A, dan Pasal 42.
|
Menambah ketentuan baru di antara Pasal 44 dan Pasal 45 (2) yang
dijadikan Pasal 44A, yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44A
(1)
Atas
permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpanan yang dibuat secara
tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan
pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan
tersebut.
(2)
Dalam hal
Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah
Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan
Nasabah Penyimpan tersebut.
|
Menambah ketentuan baru di antara Pasal 47 dan Pasal 48 yang
dijadikan Pasal 47A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47A
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan
sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
|
Menambah ketentuan baru di antara Pasal 50 dan Pasal 51 yang
dijadikan Pasal 50A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 50A
Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris,
Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang
mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus
miliar rupiah).
|
Menambah ketentuan baru di antara Pasal 59 dan Pasal 60 yang
dijadikan Pasal 59A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 59A
Badan khusus yang melakukan tugas penyehatan Perbankan yang telah
ada sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.
|
Menambah ayat baru di antara ayat (4) dan ayat (5) yang dijadikan
ayat (4A), sehingga Pasal 11 ayat (1)i, ayat (3), dan ayat (4A) menjadi berbunyi
sebagai berikut:
(4A)
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang
melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
|
C.
Pasal yang di hapus
Pasal 6 k
k. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan
kegiatan wali amanat
|
Ketentuan Pasal 6 huruf k dihapus
|
Pasal
17
Untuk
mendapatkan izin usaha sebagai Bank Umum yang berbentuk bank campuran, wajib
dipenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) dan ayat
(6), serta ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, yang
mengatur :
a.
jumlah
kepemilikan dan kepengurusan pihak asing yang diizinkan;
b.
pihak-pihak
yang diizinkan bekerja sama;
c.
hal-hal lain
yang menurut Dewan Moneter perlu
diatur untukkepentingan pembangunan nasional.
|
Ketentuan Pasal 17 dihapus.
|
Pasal 32
Jika dianggap perlu,
Menteri dapat pula meminta Bank Indonesia untuk menyampaikan laporan mengenai
hasil pemeriksaan bank atau meminta Bank Indonesia untuk melakukan
pemeriksaan khusus terhadap bank dan melaporkan hasil pemeriksaan yang
dilakukannya.
|
Ketentuan Pasal 32 dihapus.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar