Sabtu, 07 November 2015

Tugas UTS Sosiologi Hukum HES 3-A

NAMA : FINDRA SEFIANA
NIM     : 1711143021

PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAYANI KEBUTUHAN DENGAN BAHAN KAJIAN UU NO 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA MENJADI UU.


Pasal 10
KPU dalam penyelenggaraan Pemilihan wajib:
a.  Memperlakukan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota secara adil dan setara.
Dewasa ini undang undang yang melindung hak-hak dari pada calon yang ada sering kali kurang mendapatkan perlakuan yang tidak adil dalam pilkada, sering kali calon yang berasal dari incumbent selalu mendapatkan prioritas dengan memanfaatkan fasilitas yang ada ketika menjadi pejabat yang masih aktif untuk memuluskan jalan menuju ke kursi 1 dimasing-masing daerah, calon yang lain kurang mendapatkan perlindungan hak apalagi calon yang datang dari kalangan independen. Sehingga calon yang lahir dari keluarga yang sudah menjejakkan kakinya dilingkungan birokrasi, sering kali mudah mendapatkan tempat yang istimewa di dalam hukum.

Pasal 86 ayat 1, 2
(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas permintaan Pemilih.
Perlindungan hak  terhadap setiap warga negara dalam menyalurkan aspirasinya adalah suatu keniscayaan dan sangat mutlak apalagi terhadap pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai keterbatasan fisik, didalam pasal 86 ini hak perlindungan terhadap pemilih sangatlah jelas, petugas KPPS di masing-masing TPS sudah menyiapkan pelayanan publik terkait dengan penerapan pasal di atas. Dan ternyata sangat memuaskan dan juga mendapatkan apresiasi yang besar dari masyarakat. Namun perlu diantisipasi dan dikoreksi juga adanya penyalahgunaan wewenang, dalam hal ini dilakukan oleh panitia penyelenggara terhadap situasi yang ada, agar dapat mempengaruhi pemilih untuk memilih salah satu pasangan calon tertentu.

(2)   Petugas KPPS atau orang lain yang membantu Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan Pemilih yang dibantunya.
Sesuai dengan peraturan yang ada memang selama ini sudah berjalan dengan sangat baik, dari panitia penyelenggara maupun masyarakat sudah lahir sinkronisasi agar tercipta pilkada yang damai, adil dan demokrasi. Akan tetapi keterbukaan ini janganlah membuat kita terlena dengan batasan hak-hak privasi masyarakat yang harus dilindungi, sehingga kepercayaan publik terhadap aturan yang ada tetap baik.

Pasal 92 ayat 2, 3, 4
(2) Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran Pemilih.
Antusiasme masyarakat dalam berpartisipasi mensukseskan demokrasi sangatlah besar, terbukti dengan kehadiran mereka ke TPS–TPS yang ada. Dengan adanya hal ini sangatlah perlu pasal 92 ayat 2 ini mengatur pemilih berdasarkan urutan kehadirannya, agar sirkulasi pemilihan dapat berjalan dengan lancar dan tertib.

(3) Dalam hal surat suara yang diterima rusak atau terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS. 
Hak menyalurkan aspirasi rakyat adalah keharusan. Diantaranya jika memang terjadi kekeliruan ataupun kerusakan maka pemilih harus meminta surat suara yang baru, begitu juga panitia penyelenggara harus mempersiapkan surat suara cadangan yang memang sangat diperlukan.

(4)   KPPS memberikan surat suara pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya 1 (satu) kali.
Dalam pasal ini disebutkan bahwa surat suara yang rusak akan diganti dengan surat  suara pengganti yang hanya dapat digunakan 1 kali. Semua sudah terantisipasi dengan peraturan diatas. Dengan menunjukkan surat suara rusak pemilih berhak mendapatkan surat suara pengganti.

Pasal 89 ayat 5, 6
(5)  Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang ditetapkan oleh PPS.
Keamanan dan ketenangan dalam menyalurkan aspirasi sangat diperlukan, oleh sebab itu panitia penyelenggara sudah menyiapkan 2 orang LINMAS yang akan menjalankan tugasnya untuk menjaga situasi di TPS agar tetap kondusif.

(6)   Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh  PPL dan Pengawas TPS.
Semua kegiatan yang terlaksana oleh masing-masing TPS akan dimonitor oleh PPL (Panitia Pengawas Lapangan) dari kecamatan setempat, agar pelaksanakan pemungutan suara tetap dalam agenda dan koridor yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Apabila terjadi kesalahan dalam proses pemungutan suara PPL dapat melaporkan langsung ke PANWASLU, hasil penghitungan suara bisa dilaporkan langsung dengan cara mengunggah hasilnya melalui handphone ke situs resmi dari KPU.

PENERAPAN HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAKUKAN REKAYASA SOSIAL DENGAN BAHAN KAJIAN UU NO 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA MENJADI UU.

Pasal 3 ayat 1, 2
(1)  Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemilihan kepala daerah secara serentak yang sudah diatur di dalam Pasal 3 ayat 1 UU nomor 1 tahun 2015 ini akan menjadi tolak ukur seberapa jauh penerapan demokrasi di Indonesia saat ini. Setiap 5 tahun sekali masyarakat indonesia akan diberikan hak untuk menyatakan pendapat melalui pemilihan Kepala Daerah, Wakil Rakyat ataupun Presiden.

(2)  Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dapat mengikuti Pemilihan harus mengikuti proses Uji Publik.
Sebagai tahapan pencalonan, uji publik wajib diikuti oleh setiap warga negara Indonesia yang mendaftar sebagai bakal calon Gubernur, Walikota, dan Bupati baik dari perseorangan maupun yang akan diusung oleh partai politik. Uji publik sendiri diselenggarakan oleh panitia uji publik yang terdiri dari akademisi, tokoh masyarakat, dan KPU. kehadiran uji publik dilakukan agar terlepas dari adanya persoalan meningkatnya jumlah kepala daerah yang tersandung kasus korupsi. Sehingga, uji publik hadir sebagai salah satu cara untuk meminimalisasi kehadiran perilaku menyimpang dari kepala daerah dengan cara mengukur kompetensi dan integritas bakal calon kepala daerah sebelum dicalonkan sebagai kepala daerah oleh partai politik maupun perseorangan untuk dipublikasikan kepada pemilih. Dan juga untuk mengukur seberapa layak / pantas para kandidat untuk memangku amanah dari rakyatnya.

Pasal 73 ayat 1
(1) Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi Pemilih.
Pasal 73 ini memang sangat riskan sekali penerapanya, dikalangan masyarakat sudah tidak dipungkiri lagi penggunaan politik uang ( money politic ) dari masing pasangan calon. Masyarakat secara umum lebih antusias terhadap pasangan calon yang memang secara materi lebih menguntungkan, akan tetapi tidak sedikit pula dari mereka yang hanya semata-mata meraup keuntungan dari situasi tersebut. Politik uang dewasa ini berubah fungsinya menjadi “uang lelah” dari masyarakat yang telah berpartisipasi mensukseskan pilkada. Akan tetapi kita tetap mengharapkan demokrasi di indonesia tanpa adanya politik uang, atau apapun itu namanya. Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 102  
(1)   Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara calon Peserta Pemilihan dengan menggunakan format yang diatur dalam Peraturan KPU.
Setelah melalui beberapa proses pemilihan suara, petugas melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara calon peserta Pemilihan. hasil akhir akan dihitung dan direkapitulasi. Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dilakukan dengan membuka kotak suara tersegel untuk mengambil sampul yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan perolehan suara. Hasil rekapitulasi penghitungan suara akan di catat kedalam berita acara dengan format yang diatur dalam peraturan KPU.

(2)    Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara calon peserta Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota PPS dan saksi calon yang hadir yang bersedia menandatangani.
Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara. Petugas membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota petugas serta saksi calon yang hadir yang bersedia menandatangani. Petugas wajib memberikan 1 salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara kepada para Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota atau saksi calon dan Panwas Kecamatan yang ditunjuk serta menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada papan pengumuman di PPK selama 7 ( tujuh) hari.


KETENTUAN-KETENTUAN YANG DIANGGAP TIDAK RELEVAN DAN DIUSULKAN UNTUK DIUBAH DENGAN BAHAN KAJIAN UU NO 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA MENJADI UU.


Pasal 86 ayat 1
(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas permintaan Pemilih.
Menurut saya pernyataan pasal diatas kurang relevan, karena pada dasarnya seseorang yang mempunyai halangan fisik akan merasa keberatan jika harus datang ke TPS. Seharusnya petugas KPPS lah yang harus mendatangi pemilih yang mempunyai halangan fisik tersebut. Agar tidak membahayakan kesehatan pemilih saat berada di TPS.

 
DAFTAR PUSTAKA : UU No. I Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota Menjadi Undang-undang.